Era sosial media, mengakibatkan terjadinya banjir Informasi.
Permasalahannya, tidak semua informasi layak untuk dipercaya. Dibutuhkan
kemampuan memilih dan memilah informasi itu.
Begitu juga informasi dalam ajaran Islam. Tampaknya Ushul Islam
sudah tergeser dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma, Qiyas. Menjadi Google, Internet
dan Broadcast. Begitu mudahnya orang mengambil rujukan hukum dari Mbah Google.
Begitu percayanya orang dengan dalil-dalil yang didapat dari broadcast.
Sementara Al Quran mereka biarkan berdebu pada lemari-lemari mereka.
Kitab-kitab hadits tetap tersusun rapi pada maktabah yang sepi dari pengunjung.
Apatah lagi ulama-ulama, sudah tidak pernah lagi dijadikan rujukan. Seperti
kata HAMKA, “Ulama hanya lebai-lebai yang dipanggil datang, disuruh pergi,
ditegah berhenti? Dan kalau rapat akan ditutup dia bisa dipanggil: ‘Kiyahi!
Baca do’a’.”
Kondisi ini cukup membuat miris. Ialah ketika orang-orang
yang tidak memiliki kapasitas yang cukup, berbicara secara gegabah tentang
sesuatu yang tidak dikuasainya.
Padahal dalam hal penetapan hukum-hukum Islam itu, seseorang
perlu memiliki beberapa persyaratan. Ialah setidaknya menguasai 15 cabang ilmu.
1.
Ilmu Lughat(Bahasa): Ialah ilmu untuk mengetahui
setiap arti setiap kata bahasa Arab.
2.
Ilmu Nahwu(tata bahasa) : Ilmu yang mempelajari
tentang I’rab(bacaan akhir kata). Imu ini penting karena perubahan I’rab, akan
ikut serta memengaruhi perubahan makna.
3.
Ilmu Sharaf : Ilmu yang mempelajari perubahan
wazan kata.
4.
Ilmu Isytiqaq : Ilmu yang mempelajari tentang
akar kata
5.
Ilmu Ma’ani : Ilmu yang mempelajari tentang susunan
kalimat sehingga dapat ditangkap makna sebenarnya
6.
Ilmu Bayan : Ilmu yang mempelajari makna kata
yang tersorot, tersurat, maupun tersirat.
7.
Ilmu Balaghat/Ilmu Badi’ : Ilmu yang mempelajari
tentang keindahan bahasa
8.
Ilmu Qira’at : Ilmu yang mempelajari tentang
perbedaan bacaan Al Quran
9.
Ilmu Aqaid : Ilmu tentang prinsip-prinsip
keimanan.
10.
Ilmu Ushul Fiqh : Ilmu yang mempelajari tentang
metodologi pengambilan hukum Islam
11.
Ilmu Asbaabun Nuzul : Ilmu yang mempelajari
kondisi ketika Al Quran diturunkan
12.
Ilmu Nasikh dan Mansukh: Ilmu yang mempelajari
tentang hukum yang menghapus dan dihapus.
13.
Ilmu Muthalaah Hadits : Ilmu yang mempelajari
tentang kedudukan sebuah hadist
14.
Ilmu Ashbaabul Wuruud : Ilmu yang mempelajari
tentang sebab-sebab datangnya sebuah hadits
15.
Ilmu-ilmu lain yang mendukung tentang masalah
yang dibicarakan(Tergantung masalah yang dibicarakan) : Misalnya sejarah, ilmu
hisab, Ilmu falak, Ilmu bumi, Ilmu ketabiban/kedokteran, dll
Karena beratnya penetapan hukum itulah yang menyebabkan
ditutupnya pintu Ijtihad oleh sebagian Ulama. Hal ini dimaksudkan adalah agar
orang-orang yang awam dalam ilmu agamanya tidak sembarangan dalam penerapan
hukum-hukum Islam tersebut.
Akan tetapi sebagian lain Ulama ada yang tidak menutup pintu
Ijtihad. Hal ini dikarenakan perkembangan kebudayaan dan teknologi di
masyarakat yang kian berkembang. Banyak hal-hal yang baru yang tidak jelas
halal-haramnya. Atau ada juga menimbulkan konsekuensi hukum karena berubahnya ‘illat.
Misalkan dengan munculnya teknologi transportasi yang
mempercepat dan mempersingkat waktu perjalanan, apakah ini akan memengaruhi
syarat Shalat Jama’/Qashar? Apakah syarat 2 marhalah itu masih berlaku?
Atau bagaimana hukum transfusi darah? Atau hukum
transplantasi anggota tubuh? Dari seorang mukmin ke seorang fasiq, atau
sebaliknya dari orang fasiq keseorang mukmin?
Maka diperlukan kajian dan penelitian tentang masalah ini. Pada
saat ini, tidak mudah tantangan yang harus dihadapi oleh Ulama. Disatu sisi
ulama harus menguasai ilmu-ilmu Syariat. Disisi lain Ulama juga harus melek
dengan perkembangan sains dan teknologi. Sehingga diperoleh hasil Itjihad yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Dari uraian diatas telah jelas bahwa dalam hal penetapan
hukum Islam itu tidak boleh sembarangan. Bagi orang-orang awam, tidak
diperkenankan untuk melakukan penentapan hukum-hukum syar’i. Di sisi lain,
penetapan hukum-hukum syar’i itu dibutuhkan, karena tantangan zaman yang sangat
cepat berkembang.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pada wilayah
mana Ijtihad itu dilakukan. Ialah pada hal-hal yang tidak ada nash dan dalilnya
yang jelas. Tidak pada wilayah yang telah menjadi prinsip dalam keimanan.
Misalkan bahwa Alquran itu adalah Wahyu Allah bukan karangan Muhammad. Atau
Allah itu adalah Al Khaliq bukan Al Makhluq. Atau bahwa Islam adalah agama yang
benar. Muhammad adalah Nabi terakhir. Haramnya seorang muslimah menikahi Ahli
Kitab. Haji pada bulan Dzulhijjah Dll.
Maka pada hal-hal prinsip seperti itu tidak ada pendapat baru.
Abaikan. Dan tidak perlu dihujat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar