Kamis, 30 Maret 2017

Komedi dalam Pandangan Islam (Bagian 1)





Kehidupan merupakan rihlah (suatu perjalanan) yang panjang dan terasa amat berat. Penuh dengan kepenatan dan kesusahan. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari rasa sedih dan rasa sakit, meskipun ketika ia dilahirkan seakan sudah ada masa di mulutnya, kata orang.

Al Quran telah menyinggung yang demikian itu, yaitu dalam firman Allah SWT,
"Sunggah Krami telah menciptakan manusia dalam kesusahan." (Al Balad: 4)

Orang-orang yang beriman adalah yang paling banyak menghadapi cobaan dunia dibanding yang lainnya, dengan melihat besarnya tanggung jawab mereka di satu sisi, dan banyaknya orang-orang yang memusuhi mereka di sisi yang lain.

Sehingga termuat dalam satu atsar, "Orang yang beriman itu berada dalam lima tantangan; orang Muslim (lainnya) yang menghasudnya, munafik yang membencinya, kafir yang memeranginya, syetan yang menyesatkannya dan nafsu yang menentangnya."

Tersebut juga dalam sebuah hadits, "Bahwa orang yang berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian yang mirip dengan mereka (meniti jalan seperti mereka)."

Karena itu semua manusia memerlukan tempat berteduh di sepanjang perjalanannya untuk meringankan kepenatan dan megusir kelelahan.

Di tempat itu mereka bisa tertawa, bergembira dan bersuka ria. Tidak senantiasa diliputi oleh kesusahan, kesedihan dan kesengsaraan, sehingga merenggut kehidupannya dan mengotori kebersihannya.

Di antara bentuk hiburan itu adalah lagu-lagu (nasyid), dan masalah ini telah kita bicarakan di muka.

Di antara sarana hiburan yang lainnya adalah seni lawak atau komedi. Artinya segala sesuatu yang dapat memancing tawa dari manusia, mengusir kesusahan dalam hatinya, menghapus kelesuan pada wajahnya dan sirnalah kesedihan dalam hidupnya.

Tetapi apakah agama menyambut seni semacam komedi ini? Apakah menghalalkan ataukah mengharamkannya?

Tawa dan Gembira dalam Kehidupan Kaum Muslimin

Kamu dapat melihat perjalanan fitrah manusia. Sesuai dengan kemampuan mereka sendiri-sendiri, dan sesuai dengan keluwesan agama mereka, mereka telah berhasil membuat berbagai sarana dan alat hiburan.

Di antaranya adalah "An-Nukat" (teka-teki humor). Dalam hal ini orang-orang Mesir sangat pandai dan terkenal di seluruh dunia dengan beragamnya kreasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti dalam bidang siyasiyah (anekdot politik), biasanya menjadi media untuk mengkritik pemerintah dan rezim yang berkuasa, terutama di waktu-waktu terjadinya penindasan dan tekanan politik.

Manusia sangat sering mengadakan pertemuan antara mereka untuk menghibur diri mereka dengan tawa dan bergembira. Yang dengan demikian mereka dapat menghilangkan kepenatan. Bahkan dalam dunia lawak ini kita bisa menyebutkan nama-nama yang sudah terkenal, seperti Juha, Abu Nawas atau yang lainnya. 
Terlepas dari apakah tokoh-tokoh tersebut nyata atau fiktif, tetapi yang jelas nama-nama tersebut sudah sangat terkenal. 

Ada lagi orang yang membuat lawakan dengan spontanitas, ini yang sekarang sering dilakukan oleh para pelawak, seperti Asy'ab (dulu) atau seperti Syaikh Abdul Aziz Al Busyri sekarang ini di Mesir.

Di Mesir juga ada majalah-majalah khusus tentang ini, yang paling terkenal adalah majalah "Al Ba'kukah." Serupa atau disamakan dengan itu adalah "Al Qafasyaat" yang oleh orang-orang Mesir dinamakan "Ad Dukhuul, fi Qaafiyah." Di sini mempergunakan majaz dan tauriyah seputar satu pembahasan yang diungkapkan oleh dua orang (petatah-petitih).

Ada lagi bentuk permainan yang memancing tawa dan bersuka ria, seperti mainan "Araajuuz." Ada pula yang lainnya yang dinamakan "Khayal Adz-Dzill," yaitu mengungkapkan satu jenis dari pepatah yang bisa mengundang tawa.

Ada pula bentuk permainan yang lain lagi, namanya Al Alghaz dan Al Ahaaji (teka-teki silang) atau dalam bahasa umum disebut "Al Fawaaziir." Bentuk yang lain lagi adalah kisah-kisah lucu, atau yang umumnya dinamakan Al Khawaadiits, berisi kisah-kisah yang menghibur dan menyenangkan.

Ada lagi bentuk yang lainnya yakni Al Amtsal Asy-Sya'biyah (pepatah negeri) yang memuat banyak pemikiran atau ungkapan yang membuat orang tertawa dan bersuka ria. Biasanya dibuat oleh seniman setempat --yang terkenal maupun tidak--sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya sesuai dengan nilai-nilai dan pemahaman.

Setiap zaman selalu ada perubahan, penambahan baru atau pengembangan-pengembangan dari yang sudah ada. Sebagaimana hal itu kita lihat di dalam seni "Karikatur," yang mengubah dari bentuk kata yang diucapkan menjadi gambar yang mengungkapkan sesuatu, baik disertai tulisan atau tidak. 

Saya pernah ditanya mengenai bagaimana sikap agama terhadap semua ini (seni lelucon atau seni lawak). Mengingat ada dari sebagian aktifis yang sangat anti dan hampir tidak pernah tertawa, tidak pernah bergurau, sampai ada sebagian orang mengira bahwa kecemberutan itu merupakan tabiat agama ini dan ummatnya.

Maka saya jawab, "Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui ucapan yang didengar atau suatu sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia tertawa karenanya."

Oleh sebab itu manusia merupakan 'binatang' yang bisa tertawa, dan benarlah ucapan orang yang mengatakan, "Saya tertawa, karena saya manusia." Islam sebagai agama fithrah, tidak pernah terbayangkan darinya, bahwa ia memerintahkan kita untuk keluar dari fithrah, dalam hal ini untuk tidak tertawa dan bergembira. Tetapi justru sebaliknya, menyambut segala sesuatu yang membuat kehidupan ini menjadi tersenyum bergembira. Islam juga menyukai seorang Muslim agar memiliki kepribadian yang senantiasa optimis dan berseri. Dan tidaklah membenci kepribadian seperti ini, kecuali yang melihat dengan kaca mata hitam yang pekat.

Sabtu, 21 Januari 2017

Hukum Musik dalam Islam


SENI KEINDAHAN YANG DIDENGAR

 

Di sini kita akan berbicara tentang "Keindahan yang di dengar," dengan kata lain tentang lagu atau nyanyian, baik yang disertai dengan alat musik ataupun yang tidak disertai dengan alat musik. Dan ini mengharuskan kita untuk menjawab pertanyaan besar ini, "Bagaimana hukum Islam mengenai lagu dan musik?"
Sebuah pertanyaan yang telah dilontarkan oleh banyak orang di berbagai kesempatan dan waktu yang berbeda-beda. Sebuah pertanyaan yang jawabannya banyak diperselisihkan oleh sebagian besar kaum Muslimin dan menimbulkan sikap yang berbeda-beda dari mereka akibat dari jawaban mereka yang berbeda-beda pula. Di antara mereka ada yang membuka kedua telinganya untuk mendengar segala macam lagu dan musik dengan alasan bahwa itu semua halal dan merupakan kenikmatan hidup yang diperbolehkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya.

Tetapi sebagian mereka ada yang mematikan radio atau menutup kedua telinganya ketika mendengar lagu apa pun dengan alasan bahwa sesungguhnya lagu itu seruling syetan dan lahan permainan yang dapat menghalang-halangi dari dzikrullah dan shalat. Terutama jika yang menyanyikan itu wanita, karena suara wanita itu sendiri menurut dia adalah aurat apalagi nyanyiannya. Dan mereka berdalil dengan ayat-ayat dan hadits-hadits serta beberapa pendapat ulama.

Di antara mereka ada yang menolak segala bentuk musik dari dua kelompok di atas, yaitu kadang-kadang ia sependapat dengan mereka dan kadang-kadang ikut pendapat yang lainnya. Kelompok ketiga ini selalu menunggu keputusan dan jawaban yang tuntas dari ulama Islam tentang masalah yang sangat penting ini. Yaitu yang berkaitan dengan perasaan manusia sehari-hari, terutama setelah masuknya siaran radio maupun televisi ke rumah-rumah mereka dengan segala macam dan ragam acaranya yang serius maupun hiburan yang menarik telinga mereka untuk mendengarkan lagu-lagu dan musik yang disuguhkan, senang atau tidak.

Lagu, apakah disertai musik atau tidak, tetap menjadi permasalahan yang memancing perdebatan pendapat para ulama Islam sejak masa-masa pertama kali, sehingga mereka sepakat memperbolehkan dalam persyaratan tertentu dan mereka berselisih dalam kondisi lainnya.

Mereka sepakat untuk mengharamkan segala bentuk lagu yang mengandung perkataan yang kotor, pornografi, kefasikan atau mendorong seseorang untuk maksiat. Karena lagu tidak lain kecuali ucapan, maka yang baik menjadi baik dan yang buruk tetap saja buruk. Setiap ucapan yang mengandung keharaman menjadi haram. Maka bagaimana perasaanmu jika bergabung antara sajak, langgam dan perangsang?

Mereka juga bersepakat atas bolehnya lagu-lagu yang baik yang menyentuh fitrah serta bersih dari alat-alat musik dan perangsang, demikian itu pada saat-saat gembira seperti pesta perkawinan, kedatangan tamu dan pada saat hari-hari raya dan yang lainnya. Dengan syarat yang menyanyi bukan seorang wanita di hadapan laki-laki asing (yang bukan muhrimnya). Dan ini berdasarkan nash-nash yang sharih (jelas) yang akan kami jelaskan.

Ulama juga berselisih tentang selain yang tersebut di atas dengan perselisihan yang nyata. Sebagian mereka ada yang memperbolehkan segala bentuk nyanyian (lagu), baik dengan musik atau tidak, bahkan mereka menganggap itu mustahab (disukai). Dan ada sebagian mereka yang menolak lagu-lagu apabila menggunakan alat musik dan memperbolehkan apabila tidak memakai alat musik. Sebagian yang lain ada yang melarang secara mutlak, memakai alat musik ataupun tidak, dan menganggap itu perbuatan haram, bahkan sampai ke tingkatan dosa besar.

 

BEBERAPA BATASAN DAN PERSYARATAN YANG HARUS DIPELIHARA

Kita tidak lupa untuk menambahkan selain hukum tersebut beberapa persyaratan yang harus dijaga di dalam mendengarkan lagu, antara lain sebagai berikut:

Pertama. Kita tegaskan bahwa tidak semua lagu itu diperbolehkan. Maka temanya atau isinya harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam.

Maka tidak boleh menyanyi dengan kata-katanya Abu Nawas:
"Biarkan aku mencela, sesungguhnya celaanku itu merayu, dan obatilah aku dengan penyakit."
Dan lebih berbahaya lagi adalah kata-katanya Iliya Abi Madhi di dalam qasidahnya, "Ath-Thalaasim":
- Aku datang, tidak tahu dari mana, tetapi aku datang!
- Dan sungguh aku telah melihat di hadapanku ada jalan maka aku berjalan.
- Bagaimana aku bisa datang? Bagaimana bisa melihat jalan, aku tidak tahu.

Ini merupakan tasykik (peraguan) terhadap dasar-dasar keimanan, baik secara prinsip awal permulaan, tempat kembali dan prinsip kenabian.

Lagu-lagu yang menyanjung orang-orang zhalim, para thaghut, dan orang-orang fasik dari para pengusaha yang menimpa ummat Islam sekarang ini, bertentangan dengan ajaran Islam yang melaknati orang-orang zhalim dan setiap orang yang membantu mereka, bahkan yang membiarkan (mendiamkan) mereka. Maka bagaimana mungkin dibolehkan adanya orang yang menyanjung mereka?!

Kedua. Kemudian cara melagukan itu sendiri juga menjadi perhitungan. Karena bisa jadi kalau dilihat dari isi lagunya tidak ada masalah, tetapi cara melagukan dari penyanyi itulah masalahnya. Seperti mendesahkan suaranya untuk membangkitkan rangsangan bagi orang-orang yang hatinya sakit. Seperti yang kebanyakan disiarkan atau ditayangkan sebagai permintaan para pendengar radio dari jenis lagu-lagu yang membangkitkan seks, cinta dan kerinduan dengan berbagai variasinya, terutama di kalangan muda-mudi.

Sesungguhnya Al Qur'an telah memberikan wasiat kepada para isteri Rasulullah SAW:
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka Janganlah kamu tunduk (melunakkan) dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucaphanlah perkataan yang baik!." (Al Ahzab: 32)

Maka bagaimana jika di samping suara yang lambat itu, masih disertai dengan sajak, irama dan musik.

Syarat yang ketiga, lagu-lagu itu tidak boleh disertai dengan perbuatan yang diharamkan, seperti minum khamr, tabarruj (menampakkan aurat) atau ikhtilath antara laki-laki dan perempuan, tanpa batas dan persyaratan. Cara yang bersih seperti inilah yang biasa (berlaku, di majelis-majelis nyanyian dan musik di masa dahulu. Inilah gambaran yang ada dalam benak fikiran ketika disebut lagu-lagu, terutama lagu-lagunya budak-budak wanita.

Keempat. Hendaklah nyanyian itu jangan berlebihan sebagaimana juga barang-barang lain yang diperbolehkan. Terutama nyanyian yang menyentuh perasaan, yang berbicara tentang cinta dan kerinduan. Karena manusia itu bukan hanya perasaannya saja, dan perasaan bukanlah hanya cinta saja, dan cinta bukanlah hanya kepada wanita saja, dan cinta wanita tidak lain sekedar jasad dan syahwat (fisik dan kesenangan). Oleh karena itu kita harus memperkecil banjir yang dahsyat dari lagu-lagu cinta, dan hendaknya lagu-lagu, acara dan kehidupan kita selanjutnya berjalan secara seimbang. Seimbang antara kebutuhan dunia dan agama, antara hak pribadi dengan hak masyarakat. Dan dalam diri seseorang seimbang antara akal dan perasaannya. Dan di dalam perasaan harus seimbang antara perasaan-perasaan kemanusiaan seluruhnya, baik itu cinta, benci, cemburu, semangat, kebapakan, keibuan, kekanakan dan persaudaraan serta persahabatan dan seterusnya. Karena tiap-tiap perasaan itu ada haknya (pemiliknya).

Adapun berlebihan di dalam menampakkan perasaan cinta secara khusus, berarti itu dapat mengurangi perasaan yang lainnya. Dapat mengurangi fikiran, ruh dan kehendaknya, dan dapat mengurangi hak agama.

Sesungguhnya agama ini telah mengharamkan ghuluw (berlebihan) dan pemborosan di dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka bagaimana pula pendapatmu jika sampai berlebihan di dalam permainan dan menghabiskan waktu dengan permainan itu, walaupun asalnya diperbolehkan?

Ini membuktikan kosongnya fikiran dan hati dari kewajiban-kewajiban besar dan tujuan-tujuan utama. Dan ini juga menunjukkan atas terabaikannya hak-hak yang lainnya yang cukup banyak yang semestinya juga harus mendapat perhatian dari waktu dan usia seseorang yang terbatas. Benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Muqaffa':
"Saya tidak pernah melihat dalam pemborosan kecuali di situ ada yang terabaikan."

Di dalam hadits juga dikatakan.
"Seseorang yang cerdik tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali dalam tiga hal, bergegas dalam mencari ma'isyah, berbekal untuk kembali kehadirat Allah dan menikmati selain yang diharamkan."

Maka hendaklah kita bagi waktu kita antara tiga hal tersebut dengan adil, dan hendaknya kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah akan menanyai setiap insan tentang umurnya dihabiskan untuk apa, dan tentang masa mudanya dia pergunakan untuk apa.

Kelima, Setelah penjelasan ini masih ada beberapa hal, yaitu hendaknya setiap orang yang mendengarkan lagu-lagu mengenal dengan baik dirinya dan mampu memberikan fatwa kepadanya. Jika lagu-lagu itu membangkitkan syahwatnya, menimbulkan fitnah dan membuat ia banyak berkhayal serta menjerumuskan ke sisi hewani lebih banyak daripada sisi rohani, maka dia harus menjauhinya. Dan menutup semua pintu di mana angin fitnah dapat menghembus ke dalam jantung agama dan akhlaqnya, sehingga ia dapat beristirahat dengan baik.

Rabu, 04 Januari 2017

Syair dan Sastra dalam Pandangan Islam



BERBAGAI SENI UCAPAN DAN SASTRA


Yang paling menonjol di bidang seni sastra adalah syair, prosa, kisah dan lainnya dari seluruh jenis seni sastra, karena Rasulullah SAW sendiri pernah mendengar syair dan menaruh perhatian padanya. Di antaranya adalah qasidah Ka'ab bin Zuhair yang terkenal dengan judul "Baanat Su'aadu," yang di dalamnya terdapat "GhazaI." Dan qasidahnya Nabighah Al Ja'di. Beliau berdoa untuknya dan mempergunakan syair tersebut untuk berkhidmah pada dakwah dan membelanya. Sebagaimana beliau juga pernah mempergunakan sebuah syair sebagai dalil, dalam sabdanya, "Perkataan yang paling benar diucapkan oleh penyair adalah perkataan Lubaid":

"Ingatlah !, bahwa segala sesuatu selain Allah itu bathil." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Para sahabat Rasulullah SAW juga berdalil dengan mempergunakan syair, dan dengan syair pula mereka juga menafsirkan makna Al Qur'an. Bahkan di antara mereka ada yang pakar di bidang syair ini. Sebagaimana diceritakan dari Ali ra, bahwa ada sejumlah imam sahabat yang pakar di bidang syair.

Sebagian besar para imam adalah penyair, seperti Abdullah bin Mubarak, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i dan yang lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya di antara sebagian bayan adalah sangat menarik." (HR. Malik, Ahmad dan Bukhari)

"Sesungguhnya di antara bayan itu menarik, dan sesungguhnnya di antara syair adalah bernilai hikmah." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah bahwa sesungguhnya di sana ada sebagian syair yang tidak termasuk hikmah, bahkan berlawanan dengan hikmah. Seperti syair orang yang memuji kebathilan dan kebanggaan yang palsu, sindiran yang memusuhi dan ghazal (bermesraan) yang vulgar dan yang lainnya dari syair-syair yang tidak sesuai dengan norma-norma akhlaq dan nilai-nilai kemuliaan.

Karena itu Al Qur'an mencela para penyair yang tidak bermoral yang sama sekali tidak mengenal akhlaq.

Hal itu dijelaskan dalam firman Allah SWT
"Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasannya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya ? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak meryebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezhaliman. Dan orang-orang yang zhalim itu keluar akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali." (Asy Syu'ara': 224-227)

Sya'ir dan sastra secara umum atau lebih umum lagi seni, mempunyai tujuan dan fungsi, yang keberadaannya tidak sia-sia. Yakni sya'ir dan sastra serta seni yang mempunyai komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran.

Adapun perubahan-perubahan yang muncul dalam dunia syair dan sastra pada umumnya, maka tidak mengapa terjadi percobaan dan perkembangan dan saling mengambil dari selain kita selama itu masih sesuai dengan keyakinan yang kita pegang. Yang penting adalah tujuannya, dan isi serta fungsinya.

Bangsa Arab dahulu ahli dalam menciptakan syair-syair seperti "Al Muwasy-syahaat" dan jenis lainnya. Oleh karena itu tidak mengapa kita menerima adanya perubahan-perubahan baru di bidang syair (puisi) modern.

Demikian juga bangsa Arab dahulu pada masa-masa keislaman telah membuat berbagai bentuk karya sastra seperti "Maqamaut" dan kisah-kisah fiksi seperti "Risaalatul Ghufran" dan "Seribu Satu Malam." Mereka juga menerjemahkan karya orang lain seperti "Kalilah dan Daminah" dan dari kalangan Mutaakhiruun telah mengarang Malaahim Sya'ibiyah, seperti kisah "Antarah" dan sirah Bani Hilal dan yang lainnya.

Pada masa kita sekarang ini kita bisa memperbarui kembali syair-syair itu dan kita ambil dari selain kita selama itu bermanfaat untuk kita, seperti sandiwara, cerita dan kisah atau cerpen.

Yang ingin saya tekankan di sini adalah pentingnya kita berpegang teguh pada bahasa Arab fushah (yang fasih) dan berhati-hati dari berbagai upaya jahat yang menghibur kita dengan berbagai dialek bahasa pasaran yang beraneka ragam pada bangsa Arab. Karena itu bertujuan untuk dapat menjauhkan ummat Islam dari Al Qur'an dan As-Sunnah, sebagaimana juga dapat memecah belah dan mengkotak-kotakan secara teritorial yang itu sangat diinginkan oleh kekuatan-kekuatan yang bermusuhan dengan Arab dan Islam.

Bahasa fushah adalah bahasa yang mudah difahami oleh khalayak umum, bahasa mass media, koran, radio, televisi dan bahasa sehari-hari.

Sebagaimana juga, bahasa fushah adalah bahasa yang mendekatkan antara orang-orang Arab dengan ummat Islam yang lainnya, yang sedang belajar bahasa Arab. Karena mereka tidak mempelajari bahasa Arab kecuali yang fasih, dan tidak bisa memahami kecuali dengan bahasa fasih.

Telah disampaikan kepada saya dalam berbagai kesempatan beberapa pertanyaan seputar masalah seni Islam seperti sandiwara dan kisah, di mana seorang penyusun skenario itu menampilkan berbagai aktor atau adegan yang bukan sebenarnya, apakah ini termasuk bohong yang diharamkan menurut syari'at?

Jawaban saya adalah, "Sesungguhnya itu tidak termasuk bohong yang dilarang, karena para pendengar mengenal dengan baik dan tahu betul bahwa maksudnya bukan memberitahu para pembaca, pendengar atau pemirsa kalau peristiwa itu benar-benar terjadi. Itu semua mirip dengan kata-kata atau suara yang ada pada burung dan hewan. Dia merupakan bentuk seni dan seakan pengucapan binatang yang diperankan oleh manusia. Sebagaimana Al Qur'an menceritakan bicaranya semut atau burung Hud-hud di hadapan Sulaiman AS, tentu keduanya tidak berbicara dengan bahasa Arab fasih seperti Al Qur'an, akan tetapi Al Qur'an menerjemahkan apa yang diucapkan oleh keduanya pada saat itu."

Saya juga pernah ikut serta dalam menyusun sandiwara dua kali. Pertama, sandiwara yang memerankan Nabi Yusuf AS, yaitu ketika awal aktivitas saya di bidang seni pada saat masih kelas satu SMA. Saat itu saya terpengaruh dengan sandiwaranya "Syauqi" yang populer. Kedua, sandiwara bersejarah tentang Sa'id bin Jubair dan Hajjaj bin Yusuf yang saya beri judul "Alim dan Thaghut," dan pernah saya perankan di banyak negara dan mendapat sambutan baik. Berbeda dengan yang pertama, karena yang pertama itu berkaitan dengan Nabi yang diutus, dan kesepakatan ulama' saat ini menegaskan bahwa Nabi itu tidak boleh diperankan (dengan orang).

Senin, 02 Januari 2017

Julaibib

Julaibib adalah salah seorang sahabat Rasulullah. Beliau tinggal di Madinah dan dikenal sebagai seorang gembel. Gak  punya rumah, gak punya keluarga. Orang tuanya gak jelas. Dilihat dari gak punya nasabnya. Bukan cuma gembel, Julaibib juga jelek. Item, pendek, kulitnya pecah-pecah. Pokoknya gak banget, deh!
Karena itu gak ada yang mau deket-deket sama Julaibib. 

Bahkan ada salah seorang kepala suku di madinah yang bilang , “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk diantara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!”

Temen2 gak punya. Apalagi bini.

Hingga suatu hari Rasul Allah saw datang mendekati sahabat faqir yang jenaka ini. Lalu dengan lembut bertanya,"Wahai Julaibib, tidakkah engkau akan menikah?"

Jawab Julaibib dengan senyum yang mengembang," Yaa... Rasul Allah siapa yang mau kepadaku?"

Keesokannya kembali Kanjeng Nabi bertanya kepada Julaibib, "Wahai Julaibib, tidakkah engkau akan menikah?"

Julaibib dengan wajah yang Ridha pun menjawab," Yaaa Rasul Allah, siapa yang mau kepadaku?"

Hari ketiga Rasul Allah menghampiri sahabat faqirnya yang tersisih itu. Kembali bertanya, "Wahai Julaibib, tidakkah engkau akan menikah?"

Julaibib masih memberikan jawaban yang sama

Tidak penting jawaban Julaibib, maka Rasul Allah saw mencarikan jodoh untuk Julaibib.

Beliau datangi seorang sahabat Anshar. Lalu bersabda,”Aku ingin meminang putrimu.”

Cerahlah wajah si Sahabat Anshar seraya menjawab "Ya Rasul Allah. ini adalah keberkahan bagi Rumah Kami."

"Tetapi bukan untukku. Melainkan untuk Julaibib" tukas Nabi saw

"Untuk Julaibib? Hmmm kalo gitu saya akan minta pertimbangan istri saya dulu." jawab sahabat tersebut
Sang Sahabat kembali dan menceritakan ini kepada Istrinya.

"Apa? Anakku dilamar Julaibib? tanya sang Istri 
Oh! No!
 
"Tidak bisa! tegas sang Istri, Demi Allah aku tidak mengizinkan anakku menikah dengan Julaibib!"

Dan tiba-tiba sang Putri muncul. Seraya bertanya, “Siapakah yang telah meminangku, wahai ayah?”

Jawab sang Ayah,”Rasul Allah untuk Julaibib.”

Maka jawab sang Putri,”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam? Demi Allah, aku tidak akan menikah kecuali dengan Julaibib, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah saw yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku” 

Kemudian sang Putri membaca Ayat
Golongan-Golongan yang bersekutu (Al-'Aĥzāb):36 - Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
 
Akhirnya mereka menikahlah.
 
Namun kebahagiaan mereka tak berlangsung lama,  manakala panggilan Jihad berkumandang.
 
Julaibib harus meninggalkankan istrinya untuk pergi berperang.

Adalah kebiasaan Rasul Allah ketika selesai berperang menginpeksi pasukan. Dan mengecek siapa yang Mati Syahid
 
Tanya Rasul, "siapa saja yang gugur di medan perang?"

"Fulan bin fulan ya Rasul Allah."
 
"Tidakkah ada diantara kalian yang kehilangan Julaibib?" tanya Rasul.
 
Para sahabat menggeleng. 

Emang siape Julaibib?
 
"Aku kehilangan Julaibib. Dimana dia Julaibib?"
"Carilah Julaibib!"
 
Maka para sahabatpun mencari Julaibib.

Akhirnya Julaibib ditemukan dibawah tumpukan 7 mayat orang Kafir.
Julaibib Syahid.

Maka dengan berlinangan airmata Rasul Allah memeluk Julaibib. Seraya bersabda,"Dia adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari dirinya. Dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya. Dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya."
 
Rasulullah terus memeluk Julaibib sampai lubang kuburnya selesai digali.
 
Lalu dengan tangan Rasul Allah sendiri Julaibib diantarakan ke tempat istirahatnya yang terakhir
 
Lalu bagaimana nasib wanita shalihat istri Sang Syahid?
 
Ia menjadi seorang kaya raya yang paling dermawan dikota Madinah. Hidupnya penuh berkah. Dan(konon) sebelum massa Iddahnya selesai sudah banyak shahabat Nabi yang antri mau melamarnya.

Semua itu berkat doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Yaitu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya, Allah! Curahkanlah kebaikan untuknya. Dan jangan Engkau menjadikan untuknya kehidupan yang susah”.

AL QUR'AN MUJIZAT YANG lNDAH



Al Qur'an Al Karim merupakan mu'jizat Rasul yang agung termasuk mu'jizat yang indah selain juga mu'jizat yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir."
Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini.
Yang dituntut di dalam membaca Al Qur'an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman:
"Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)
Rasulullah SAW bersabda
"Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al Qur'an." (HR. Bukhari)
Tetapi dengan lagu yang khusyu' bukan main-main atau merubah.
"Hiasilah Al Qur'an itu dengan suaramu." (HR. Muslim)
Dalam riwayat lainnya disebutkan
"Sesungguhnya suara yang baik itu menambah Al Qur'an menjadi baik." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'i)
Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy'ari RA, "Seandainya kamu melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam, sungguh kamu telah diberi seruling dari seruling keluarga Dawud." Abu Musa berkata, "Seandainya aku mengetahui hal itu, maka aku akan membacakan untukmu dengan bacaan yang lebih baik." (HR. Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu, apa yang dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan dalam melagukan Al Qur'an yang dia baca dengan keras." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Saya pernah mendengar syaikh kita Dr. Muhammad Abdullah Darraz rahimahullah pernah menceritakan kepada kami tentang sikapnya dalam Majlis Al A'la penerangan siaran, dan beliau termasuk staf anggota, mengatakan "Sesungguhnya mereka itu menghendaki untuk menjadikan waktu membaca Al Qur'an pada pembukaan dan penutupan acara serta dalam acara-acara yang lainnya karena dengan perhitungan memberikan andil di bidang agama saja," maka Syaikh mengatakan, "Sesungguhnya mendengar Al Qur'an itu bukan hanya pertimbangan agama saja, akan tetapi juga bernilai seni dan keindahan dari isi kandungan Al Qur'an dan suaranya yang indah."
Ini benar, karena dalam Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara bersamaan. Dia mampu memberikan siraman ruhani, memberikan kepuasan akal, membangunkan perasaan, memberikan kenikmatan pada perasaan dan memperlancar lisan.