Rabu, 29 April 2015

Thaharah XIV(Tentang Buang Air)



Hadits ke-102
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing, jangan membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan, dan jangan pula bernafas dalam tempat air." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

Hadits ke-103
Salman Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam benar-benar telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil, atau ber-istinja' (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan, atau beristinja' dengan batu kurang dari tiga biji, atau beristinja' dengan kotoran hewan atau dengan tulang. Hadits riwayat Muslim.

Hadits ke-104
Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari Radliyallaahu 'anhu berbunyi: "Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat." 

Hadits ke-105
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup." Riwayat Abu Dawud.

Hadits ke-106
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah keluar dari buang air besar, beliau berdo'a: "Aku mohon ampunan-Mu." Diriwayatkan oleh Imam Lima. Hadits shahih menurut Abu Hatim dan Hakim.

Hadits ke-107
Ibnu Mas'u d Radliyallaahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hendak buang air besar, lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga biji batu, kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya bersabda: "Ini kotoran menjijikkan." Diriwayatkan oleh Bukhari. Ahmad dan Daruquthni menambahkan: "Ambilkan aku yang lain." 

Hadits ke-108
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk beristinja' dengan tulang atau kotoran binatang, dan bersabda: "Keduanya tidak dapat mensucikan." Riwayat Daruquthni dan hadits ini dinilai shahih.

Jumat, 24 April 2015

Sebuah Hadits Qudsi dari Abu Dzar



Dari Abu Dzar Al-Ghifari ra. dari Rasulullah Saw. Rasulullah meriwayatkan dari Allah azza wa jala, bahwa Allah telah berfirman:

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman diantara kalian sebagai suatu yang diharamkan, maka janganlah kalian saling menzalimi.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua sesat. Kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Maka mintalah kalian petunjuk kepada-Ku, pasti Aku beri kalian petunjuk.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua lapar. Kecuali orang yang telah Aku beri makan. Maka mintalah makan kepada-Ku, pasti Aku beri kalian makan.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua telanjang. Kecuali orang yang telah aku beri pakaian. Maka mintalah pakaian kepada-Ku, pasti Aku beri pakaian kepadamu.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian telah berbuat dosa pada waktu malam dan siang. Dan Aku adalah Dzat Yang Mengampuni segala dosa. Maka mintalah ampun kepada-Ku. Pasti Aku ampuni dosa kalian.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh kalian sekali-kali kalian tidak akan mampu melakukan kemudharatan yang dapat menimbulkan kemudharatan kepada-Ku. Dan sekali-kali kalian tidak akan mampu melakukan kemanfaatan yang dapat memberikan manfa’at kepada-Ku.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian dari yang terdahulu sampai yang terkemudian dari golongan manusia dan jin, semuanya memiliki hati seperti hati orang yang paling taqwa, maka itu tak akan menambah sedikitpun Keagungan-Ku.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian dari yang terdahulu sampai yang terkemudian dari golongan manusia dan jin, semuannya memiliki hati seperti hati orang yang paling durhaka, maka itu tak akan mengurangi sedikitpun Kemulian-Ku.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian dari yang terdahulu sampai yang terkemudian dari golongan manusia dan jin, semuannya berada dalam satu lapangan, dan kemudian meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap orang sesuai apa yang dimintannya, maka hal itu tak akan mengurangi sedikitpun kekayaan-Ku, kecuali seperti air yang menempel di jarum yang dicelupkan ke dalam laut.”

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya amal kalian itulah yang akan Aku hisab, kemudian Aku memberi balasannya secara sempurna. Maka siapa yang memperoleh balasan yang baik hendaknya ia memuji Allah, dan siapa yang mendapat balasan yang jelek, maka janganlah sekali-kali mencela kecuali ke pada dirinya sendiri.”

Minggu, 19 April 2015

Aksiologi Islam



Pendekatan Islam secara epistemology, bukanlah satu-satunya pendekatan dalam memahami Islam. Pendekatan ini hanya dalam tataran syariat yang hanya sanggup menguliti Islam saja. Akibatnya dengan menggunakan tools yang sama, tetap timbul aliran-aliran(mahzab) yang berbeda-beda.
Tetapi karena sifat Islam yang syamil dan mutakamil (lengkap dan sempurna) ada cara pendekatan lain yang mengarah kepada tujuan-tujuan yang sama. Walapun berbeda, hanya berbeda pada permukaannya. Pendekatan ini bukanlah pendekatan akal (ra’y)  dengan peraturannya yang sangat ketat. Tetapi pendekatan dengan hati.
Dasar pendekatan ini adalah sebuah hadist nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ad-Darimi yaitu:
“Istafti qalbaka, al-Bir maa thma’anna ilaihi n-Nafs wa thma’anna ilaihi l-Qalb. Waa l–ism maa haaka fii n-Nafs wa taraddad fii Shuduur.”
“Tanyalah hatimu. Kebaikan adalah apa yang dengannya menjadi tenang nafsu dan hatimu. Dan dosa adalah apa yang membuat gelisah nafsu dan dadamu.”
 Ya! Feel the experience! Rasakan, jangan pikirkan. Biarkan hatimu bicara, maka ia akan menuntunmu kepada kebenaran.
Tetapi hati-hatilah. Pada area itu, yang di namakan Shadr, ada sebuah lagi yang akan mengajak engkau kepada kejahatan. Ialah Nafs. Al-Hawaa.
“Wa-Nafsin wa maa sawwaahaa. Fa alhaamaha fujuura ha wa taqwa ha. Qad aflaha man dzakkaa ha. Wa qad khaaba man dassaa ha.”
“Demi nafsu dan yang menyempurnakannya. Maka kami ilhamkan kepadanya Fujuur dan Taqwa. Maka beruntunglah orang yang membersihkannya, dan celakalah orang yang mengotorinya.”
Hati sangat berbeda dengan hawa nafsu. Al-Ghazali memberikan perumpamaan tentang hati dan nafsu. Bahwa tubuh bagaikan sebuah kerajaan. Tangan dan kaki adalah pekerja ahli, nafsu adalah pemungut pajak, amarah adalah polisi, hati adalah rajanya dan akal adalah perdana mentrinya.
Perumpamaan lain tentang hati dan nafsu, bahwa nafsu bagaikan api, apabila ia kecil, ia akan bermanfaat terapi apabila ia besar, ia akan membakarmu. Sementara hati bagaikan lampu pijar yang berlapis-lapis. Dari lapisan terluar hingga terdalam. Dan cahayanya berada di tempat yang paling dalam. Karenanya untuk mencapai cahaya itu kita perlu menyelam ke dasar hati.
Cahaya terdalam itulah yang di katakan sebagai nurani. Cahaya kebenaran Ilahy yang tersingkap ketika Fir’aun akan tengelam di lautan merah. Hingga ia meronta “Amantu bi rabbi Musa wa Harun” . Cahaya yang telah berjanji Balaa Syahidnaa ketika di tanya Alastu birabbikum?. Cahaya yang pasti ada pada setiap manusia, sekafir apapun ia.
Tetapi manusia telah melalaikan itu semua. Dosa-dosa yang di lakukannya telah menutupi kaca yang melapisi Cahaya itu. Maka kecermelangan cahaya itupun meredup. Bukan karena cahaya itu meredup, tetapi karena terhalang oleh noktah-noktah dosa.
Karenanya, dalam perjalanan mencari kebenaran, mendekatkan diri kepada Tuhan, menyelam ke dasar hati itu sangat diperlukan. Dan untuk mencapai ke sana kita perlu membabat aral yang merintangi jalan.
Banyak pendapat dari para ulama sufi dalam melakukan perjalanan ruhani ini. Mereka menyusun tahapan-tahapan yang beraneka ragam. Tetapi yang paling sederhana adalah jalan tiga tahap: yaitu Takhali, Tahali dan Tajali.
Takhali adalah membersihan diri dari dosa dan penyakit hati. Allah itu maha suci. Ia tak akan menerima kecuali yang suci. Karena itu untuk mendekatinya, kita harus suci. Secara lahiriah adalah dengan mandi dan berwudhu. Tetapi secara bathiniah adalah dengan Ikhlas. “Wa-Nafsin wa maa sawwaahaa. Fa alhaamaha fujuura ha wa taqwa ha. Qad aflaha man dzakkaa ha. Wa qad khaaba man dassaa ha.”
Tahali adalah mengisi diri dengan sifat sifat yang baik. Mengisinya dengan Akhlakul-Karimah. Meningkatkan nafsu sampai ke nafsu Muthmainah.
Tajali adalah perjumpaan dengan Tuhan. Pada tahap ini kita begitu dekat dengan Tuhan seperti api dengan panas, seperti kain dengan kapas dan seperti angin dengan arah.
Seperti yang di sebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi: “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada menunaikan apa-apa saja yang Aku fardukan; lalu seorang hamba-Ku lebih mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melaksanakan nafilah, kecuali Aku mencintainya; Dan jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku telinganya yang dengan itu ia mendengar; jadilah Aku matanya, yang dengan itu ia melihat; menjadi tangannya yang dengan itu ia menggenggam; dan menjadi kakinya yang dengan itu ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku pastilah Kuberikan, dan jika ia meminta izin kepada-Ku pastilah Kukabulkan.”
-*-
Berkata Abu Darwis Al-Khaulani, ia pernah mendengar Khuzaifah Al-Yaman berkata: “Manusia bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan aku menanyakan kepada beliau tentang keburukan lantaran khawatir barangkali hal itu menimpaku. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam kondisi jahiliyah dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan agama ini. Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?” Rasulullah menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Apakah setelah keburukan ada ada kebaikan lagi?”. Rasulullah menjawab,” Ya dan padanya ada asap.” Aku bertanya, “Apakah asap itu?” Rasulullah bersabda, “Yaitu sekelompok orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau akan mengetahui mereka dan engkau akan mengingkari mereka.” Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi?” Rasul menjawab,” Ya, yaitu orang-orang yang menyeru ke pintu-pintu jahanam, siapa saja yang menanggapi seruannya maka mereka akan mencampakannya ke dalam jahanam.” Aku berkata,” Ya Rasul Allah beritahukan ciri-ciri mereka kepada kami.” Rasulullah bersabda,” mereka sama kulitnya dengan kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya lagi, “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mengetahui mereka?” Jawab Rasulullah, “Engkau harus komit dengan jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya lagi, “Jika tidak ada lagi jama’ah kaum muslimin dan imamnya, bagamana?” Rasulullah bersabda,” Hindarilah dirimu dari semua kelompok, sekalipun kau harus menggigit akar hingga engkau mati dalam keadaan seperti itu.”

Kamis, 16 April 2015

Do'a-doa Wudhu



Doa Sebelum Wudhu
Allaahummaghfirlii dzanbii wawasi’ lii fiidaari wabarik lii fii rizqii.
Artinya:
“Ya Allah,ampunilah dosaku,lapangkanlah rumahku dan berkahilah riqziku”

• Do’a Ketika menggunakan air wudhu’
Allhamdulillahi ladzii ja’alal maa’a thohuuraa.
Artinya:
Segala puji bagi Allah Dzat yang telah menjadikan air suci”

• Do’a Niat Wudhu
Nawaitul wudhuu-a liraf’il hadatsil asghari fardhan lillaahi ta’la
Artinya:
”Saya berniat wudhu’untuk membersihkan dari hadas kecil sebagai kewajiban karena Allah Yang Maha Tinggi”

• Do’a Ketika Mencuci Kedua Tangan
Allaahumma innii as-alukal yumnaa wal barokaata wa-audzubika minas syu’mi wal halakah.
Artinya:
”Wahai Tuhanku,Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan ibadah dan keberkahan,dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan dan kebinasaan.

• Do’a Ketika Berkumur
Allaahumma asqinii min haudi Nabiyyika Muhammadin shallallaahu ’alaihi wasallama ka’san azhma’u ba’dahu abadan.
Artinya:
”Wahai Tuhanku, beri minumlah aku dari air telaga Nabi-Mu Nuhammad Saw.Satu gelas yang tidak akan haus buat selama-lamanya.”

• Do’a Ketika Menghirup Air
Allaahumma arrihni raa-ihatal jannati
Artinya:
” Ya Tuhanku, jadikan hidungku menghirup wewangian syurga.”




• Do’a Ketika Membasuh Wajah
“Allahumma bayidh wajhiy yauma tabyadhu wujuh wa taswadu wujuh”
Artinya:
” YaTuhanku,Putihkanlah wajahku pada hari putih dan hitamnya wajah.”

• Do’a Ketika Membasuh Tangan Kanan
Allaahumma a’yinii kitaabii biyaminii waahaasibnii hisaabaan yasiiraa.
Artinya:
” Ya Tuhanku,berilah aku kitab (catatan amalku) dari arah tangan kananku dan hisabilah aku dengan mudah (yaitu tidak berbelit-belit).”



• Do’a Ketika Membasuh Tangan Kiri.
Allaahumma laatu’thinil kitaabiii bi syimaalii wa laa min waraa-i dhahri
Artinya:
” YA Tuhanku janganlah Engkau berikan kitab (catatan amal) ku dari arah kiriku dan jaganlah pula dari arah belakangku.”
• Do’a Ketika Membasuh Telinga
Allaahumma isma’nii munaadiyal jannati fil jannati ma’al abraari.
Artinya:
”Ya Allah ya Tuhanku,dengarkanlah kepadaku suara pemangil syurga bersama orang-orang yang berbakti.”

• Do,a Mengusap Kepala.
Allaahumma harrim sya’rii ’alan naari wazhillanii tahta ’arsika yauma laa zhilla illaa zhilluka.
Artinya:
” Yaa Allah ya Tuhanku,haramkanlah rambutku dan kulitku dari sengatan api neraka,dan naungilah aku di bawah arsy-Mu pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Mu.”
• Do’a Membasuh Kaki Kanan.
Allaahumma tsabbit qadamii ’alaash shiraatill mustaqiimi ma’a aqdaani ibaadikashaalihiin.
Artinya:
”Yaa Allah,yaa Tuhanku,tetapkanlah tumuitku diatas titian yang lurus bersama tumit hamba-hamba-Mu yang shaleh.”
• Do’a Membasuh Kaki Kiri.
Allaahumma inni aa’udzubika antazilla qadamii ’alaa shiraati fiin naari yauma tazilla maaqdamul kaafiriina wal munaafiqiin.
Artinya:
”Yaa Allah yaa Tuhanku,sesungguhnya aku-berlindung kepada-Mu dari keterpelesetan tumuitku dari atas jalan neraka,pada hari dikala terpeleset tumit orang-orang kafir dan orang-orang munafiq.”
• Do’a Setelah Selesai Wudhu.
Asysyhadu an laa illaaha illallaah wahdahu laa syarikalah wa asyhadu anna muhammadan ’abduhuu wa rasuuluhu allaahummaj ’alnii minat tawaabiina waj’alnii minal mutathahhitiina waj:alnii min ’ibaadikash shaalihiin.
Artinya:
”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Satu-satu-Nya,tiada sekutu bagi-Nya Dan Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.Yaa Allah,jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci dan jadikanlah saya termasuk orang-orang yang shalih.”