Kamis, 30 Maret 2017

Komedi dalam Pandangan Islam (Bagian 1)





Kehidupan merupakan rihlah (suatu perjalanan) yang panjang dan terasa amat berat. Penuh dengan kepenatan dan kesusahan. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari rasa sedih dan rasa sakit, meskipun ketika ia dilahirkan seakan sudah ada masa di mulutnya, kata orang.

Al Quran telah menyinggung yang demikian itu, yaitu dalam firman Allah SWT,
"Sunggah Krami telah menciptakan manusia dalam kesusahan." (Al Balad: 4)

Orang-orang yang beriman adalah yang paling banyak menghadapi cobaan dunia dibanding yang lainnya, dengan melihat besarnya tanggung jawab mereka di satu sisi, dan banyaknya orang-orang yang memusuhi mereka di sisi yang lain.

Sehingga termuat dalam satu atsar, "Orang yang beriman itu berada dalam lima tantangan; orang Muslim (lainnya) yang menghasudnya, munafik yang membencinya, kafir yang memeranginya, syetan yang menyesatkannya dan nafsu yang menentangnya."

Tersebut juga dalam sebuah hadits, "Bahwa orang yang berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian yang mirip dengan mereka (meniti jalan seperti mereka)."

Karena itu semua manusia memerlukan tempat berteduh di sepanjang perjalanannya untuk meringankan kepenatan dan megusir kelelahan.

Di tempat itu mereka bisa tertawa, bergembira dan bersuka ria. Tidak senantiasa diliputi oleh kesusahan, kesedihan dan kesengsaraan, sehingga merenggut kehidupannya dan mengotori kebersihannya.

Di antara bentuk hiburan itu adalah lagu-lagu (nasyid), dan masalah ini telah kita bicarakan di muka.

Di antara sarana hiburan yang lainnya adalah seni lawak atau komedi. Artinya segala sesuatu yang dapat memancing tawa dari manusia, mengusir kesusahan dalam hatinya, menghapus kelesuan pada wajahnya dan sirnalah kesedihan dalam hidupnya.

Tetapi apakah agama menyambut seni semacam komedi ini? Apakah menghalalkan ataukah mengharamkannya?

Tawa dan Gembira dalam Kehidupan Kaum Muslimin

Kamu dapat melihat perjalanan fitrah manusia. Sesuai dengan kemampuan mereka sendiri-sendiri, dan sesuai dengan keluwesan agama mereka, mereka telah berhasil membuat berbagai sarana dan alat hiburan.

Di antaranya adalah "An-Nukat" (teka-teki humor). Dalam hal ini orang-orang Mesir sangat pandai dan terkenal di seluruh dunia dengan beragamnya kreasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti dalam bidang siyasiyah (anekdot politik), biasanya menjadi media untuk mengkritik pemerintah dan rezim yang berkuasa, terutama di waktu-waktu terjadinya penindasan dan tekanan politik.

Manusia sangat sering mengadakan pertemuan antara mereka untuk menghibur diri mereka dengan tawa dan bergembira. Yang dengan demikian mereka dapat menghilangkan kepenatan. Bahkan dalam dunia lawak ini kita bisa menyebutkan nama-nama yang sudah terkenal, seperti Juha, Abu Nawas atau yang lainnya. 
Terlepas dari apakah tokoh-tokoh tersebut nyata atau fiktif, tetapi yang jelas nama-nama tersebut sudah sangat terkenal. 

Ada lagi orang yang membuat lawakan dengan spontanitas, ini yang sekarang sering dilakukan oleh para pelawak, seperti Asy'ab (dulu) atau seperti Syaikh Abdul Aziz Al Busyri sekarang ini di Mesir.

Di Mesir juga ada majalah-majalah khusus tentang ini, yang paling terkenal adalah majalah "Al Ba'kukah." Serupa atau disamakan dengan itu adalah "Al Qafasyaat" yang oleh orang-orang Mesir dinamakan "Ad Dukhuul, fi Qaafiyah." Di sini mempergunakan majaz dan tauriyah seputar satu pembahasan yang diungkapkan oleh dua orang (petatah-petitih).

Ada lagi bentuk permainan yang memancing tawa dan bersuka ria, seperti mainan "Araajuuz." Ada pula yang lainnya yang dinamakan "Khayal Adz-Dzill," yaitu mengungkapkan satu jenis dari pepatah yang bisa mengundang tawa.

Ada pula bentuk permainan yang lain lagi, namanya Al Alghaz dan Al Ahaaji (teka-teki silang) atau dalam bahasa umum disebut "Al Fawaaziir." Bentuk yang lain lagi adalah kisah-kisah lucu, atau yang umumnya dinamakan Al Khawaadiits, berisi kisah-kisah yang menghibur dan menyenangkan.

Ada lagi bentuk yang lainnya yakni Al Amtsal Asy-Sya'biyah (pepatah negeri) yang memuat banyak pemikiran atau ungkapan yang membuat orang tertawa dan bersuka ria. Biasanya dibuat oleh seniman setempat --yang terkenal maupun tidak--sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya sesuai dengan nilai-nilai dan pemahaman.

Setiap zaman selalu ada perubahan, penambahan baru atau pengembangan-pengembangan dari yang sudah ada. Sebagaimana hal itu kita lihat di dalam seni "Karikatur," yang mengubah dari bentuk kata yang diucapkan menjadi gambar yang mengungkapkan sesuatu, baik disertai tulisan atau tidak. 

Saya pernah ditanya mengenai bagaimana sikap agama terhadap semua ini (seni lelucon atau seni lawak). Mengingat ada dari sebagian aktifis yang sangat anti dan hampir tidak pernah tertawa, tidak pernah bergurau, sampai ada sebagian orang mengira bahwa kecemberutan itu merupakan tabiat agama ini dan ummatnya.

Maka saya jawab, "Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui ucapan yang didengar atau suatu sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia tertawa karenanya."

Oleh sebab itu manusia merupakan 'binatang' yang bisa tertawa, dan benarlah ucapan orang yang mengatakan, "Saya tertawa, karena saya manusia." Islam sebagai agama fithrah, tidak pernah terbayangkan darinya, bahwa ia memerintahkan kita untuk keluar dari fithrah, dalam hal ini untuk tidak tertawa dan bergembira. Tetapi justru sebaliknya, menyambut segala sesuatu yang membuat kehidupan ini menjadi tersenyum bergembira. Islam juga menyukai seorang Muslim agar memiliki kepribadian yang senantiasa optimis dan berseri. Dan tidaklah membenci kepribadian seperti ini, kecuali yang melihat dengan kaca mata hitam yang pekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar