Sabtu, 21 Januari 2017

Hukum Musik dalam Islam


SENI KEINDAHAN YANG DIDENGAR

 

Di sini kita akan berbicara tentang "Keindahan yang di dengar," dengan kata lain tentang lagu atau nyanyian, baik yang disertai dengan alat musik ataupun yang tidak disertai dengan alat musik. Dan ini mengharuskan kita untuk menjawab pertanyaan besar ini, "Bagaimana hukum Islam mengenai lagu dan musik?"
Sebuah pertanyaan yang telah dilontarkan oleh banyak orang di berbagai kesempatan dan waktu yang berbeda-beda. Sebuah pertanyaan yang jawabannya banyak diperselisihkan oleh sebagian besar kaum Muslimin dan menimbulkan sikap yang berbeda-beda dari mereka akibat dari jawaban mereka yang berbeda-beda pula. Di antara mereka ada yang membuka kedua telinganya untuk mendengar segala macam lagu dan musik dengan alasan bahwa itu semua halal dan merupakan kenikmatan hidup yang diperbolehkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya.

Tetapi sebagian mereka ada yang mematikan radio atau menutup kedua telinganya ketika mendengar lagu apa pun dengan alasan bahwa sesungguhnya lagu itu seruling syetan dan lahan permainan yang dapat menghalang-halangi dari dzikrullah dan shalat. Terutama jika yang menyanyikan itu wanita, karena suara wanita itu sendiri menurut dia adalah aurat apalagi nyanyiannya. Dan mereka berdalil dengan ayat-ayat dan hadits-hadits serta beberapa pendapat ulama.

Di antara mereka ada yang menolak segala bentuk musik dari dua kelompok di atas, yaitu kadang-kadang ia sependapat dengan mereka dan kadang-kadang ikut pendapat yang lainnya. Kelompok ketiga ini selalu menunggu keputusan dan jawaban yang tuntas dari ulama Islam tentang masalah yang sangat penting ini. Yaitu yang berkaitan dengan perasaan manusia sehari-hari, terutama setelah masuknya siaran radio maupun televisi ke rumah-rumah mereka dengan segala macam dan ragam acaranya yang serius maupun hiburan yang menarik telinga mereka untuk mendengarkan lagu-lagu dan musik yang disuguhkan, senang atau tidak.

Lagu, apakah disertai musik atau tidak, tetap menjadi permasalahan yang memancing perdebatan pendapat para ulama Islam sejak masa-masa pertama kali, sehingga mereka sepakat memperbolehkan dalam persyaratan tertentu dan mereka berselisih dalam kondisi lainnya.

Mereka sepakat untuk mengharamkan segala bentuk lagu yang mengandung perkataan yang kotor, pornografi, kefasikan atau mendorong seseorang untuk maksiat. Karena lagu tidak lain kecuali ucapan, maka yang baik menjadi baik dan yang buruk tetap saja buruk. Setiap ucapan yang mengandung keharaman menjadi haram. Maka bagaimana perasaanmu jika bergabung antara sajak, langgam dan perangsang?

Mereka juga bersepakat atas bolehnya lagu-lagu yang baik yang menyentuh fitrah serta bersih dari alat-alat musik dan perangsang, demikian itu pada saat-saat gembira seperti pesta perkawinan, kedatangan tamu dan pada saat hari-hari raya dan yang lainnya. Dengan syarat yang menyanyi bukan seorang wanita di hadapan laki-laki asing (yang bukan muhrimnya). Dan ini berdasarkan nash-nash yang sharih (jelas) yang akan kami jelaskan.

Ulama juga berselisih tentang selain yang tersebut di atas dengan perselisihan yang nyata. Sebagian mereka ada yang memperbolehkan segala bentuk nyanyian (lagu), baik dengan musik atau tidak, bahkan mereka menganggap itu mustahab (disukai). Dan ada sebagian mereka yang menolak lagu-lagu apabila menggunakan alat musik dan memperbolehkan apabila tidak memakai alat musik. Sebagian yang lain ada yang melarang secara mutlak, memakai alat musik ataupun tidak, dan menganggap itu perbuatan haram, bahkan sampai ke tingkatan dosa besar.

 

BEBERAPA BATASAN DAN PERSYARATAN YANG HARUS DIPELIHARA

Kita tidak lupa untuk menambahkan selain hukum tersebut beberapa persyaratan yang harus dijaga di dalam mendengarkan lagu, antara lain sebagai berikut:

Pertama. Kita tegaskan bahwa tidak semua lagu itu diperbolehkan. Maka temanya atau isinya harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam.

Maka tidak boleh menyanyi dengan kata-katanya Abu Nawas:
"Biarkan aku mencela, sesungguhnya celaanku itu merayu, dan obatilah aku dengan penyakit."
Dan lebih berbahaya lagi adalah kata-katanya Iliya Abi Madhi di dalam qasidahnya, "Ath-Thalaasim":
- Aku datang, tidak tahu dari mana, tetapi aku datang!
- Dan sungguh aku telah melihat di hadapanku ada jalan maka aku berjalan.
- Bagaimana aku bisa datang? Bagaimana bisa melihat jalan, aku tidak tahu.

Ini merupakan tasykik (peraguan) terhadap dasar-dasar keimanan, baik secara prinsip awal permulaan, tempat kembali dan prinsip kenabian.

Lagu-lagu yang menyanjung orang-orang zhalim, para thaghut, dan orang-orang fasik dari para pengusaha yang menimpa ummat Islam sekarang ini, bertentangan dengan ajaran Islam yang melaknati orang-orang zhalim dan setiap orang yang membantu mereka, bahkan yang membiarkan (mendiamkan) mereka. Maka bagaimana mungkin dibolehkan adanya orang yang menyanjung mereka?!

Kedua. Kemudian cara melagukan itu sendiri juga menjadi perhitungan. Karena bisa jadi kalau dilihat dari isi lagunya tidak ada masalah, tetapi cara melagukan dari penyanyi itulah masalahnya. Seperti mendesahkan suaranya untuk membangkitkan rangsangan bagi orang-orang yang hatinya sakit. Seperti yang kebanyakan disiarkan atau ditayangkan sebagai permintaan para pendengar radio dari jenis lagu-lagu yang membangkitkan seks, cinta dan kerinduan dengan berbagai variasinya, terutama di kalangan muda-mudi.

Sesungguhnya Al Qur'an telah memberikan wasiat kepada para isteri Rasulullah SAW:
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka Janganlah kamu tunduk (melunakkan) dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucaphanlah perkataan yang baik!." (Al Ahzab: 32)

Maka bagaimana jika di samping suara yang lambat itu, masih disertai dengan sajak, irama dan musik.

Syarat yang ketiga, lagu-lagu itu tidak boleh disertai dengan perbuatan yang diharamkan, seperti minum khamr, tabarruj (menampakkan aurat) atau ikhtilath antara laki-laki dan perempuan, tanpa batas dan persyaratan. Cara yang bersih seperti inilah yang biasa (berlaku, di majelis-majelis nyanyian dan musik di masa dahulu. Inilah gambaran yang ada dalam benak fikiran ketika disebut lagu-lagu, terutama lagu-lagunya budak-budak wanita.

Keempat. Hendaklah nyanyian itu jangan berlebihan sebagaimana juga barang-barang lain yang diperbolehkan. Terutama nyanyian yang menyentuh perasaan, yang berbicara tentang cinta dan kerinduan. Karena manusia itu bukan hanya perasaannya saja, dan perasaan bukanlah hanya cinta saja, dan cinta bukanlah hanya kepada wanita saja, dan cinta wanita tidak lain sekedar jasad dan syahwat (fisik dan kesenangan). Oleh karena itu kita harus memperkecil banjir yang dahsyat dari lagu-lagu cinta, dan hendaknya lagu-lagu, acara dan kehidupan kita selanjutnya berjalan secara seimbang. Seimbang antara kebutuhan dunia dan agama, antara hak pribadi dengan hak masyarakat. Dan dalam diri seseorang seimbang antara akal dan perasaannya. Dan di dalam perasaan harus seimbang antara perasaan-perasaan kemanusiaan seluruhnya, baik itu cinta, benci, cemburu, semangat, kebapakan, keibuan, kekanakan dan persaudaraan serta persahabatan dan seterusnya. Karena tiap-tiap perasaan itu ada haknya (pemiliknya).

Adapun berlebihan di dalam menampakkan perasaan cinta secara khusus, berarti itu dapat mengurangi perasaan yang lainnya. Dapat mengurangi fikiran, ruh dan kehendaknya, dan dapat mengurangi hak agama.

Sesungguhnya agama ini telah mengharamkan ghuluw (berlebihan) dan pemborosan di dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka bagaimana pula pendapatmu jika sampai berlebihan di dalam permainan dan menghabiskan waktu dengan permainan itu, walaupun asalnya diperbolehkan?

Ini membuktikan kosongnya fikiran dan hati dari kewajiban-kewajiban besar dan tujuan-tujuan utama. Dan ini juga menunjukkan atas terabaikannya hak-hak yang lainnya yang cukup banyak yang semestinya juga harus mendapat perhatian dari waktu dan usia seseorang yang terbatas. Benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Muqaffa':
"Saya tidak pernah melihat dalam pemborosan kecuali di situ ada yang terabaikan."

Di dalam hadits juga dikatakan.
"Seseorang yang cerdik tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali dalam tiga hal, bergegas dalam mencari ma'isyah, berbekal untuk kembali kehadirat Allah dan menikmati selain yang diharamkan."

Maka hendaklah kita bagi waktu kita antara tiga hal tersebut dengan adil, dan hendaknya kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah akan menanyai setiap insan tentang umurnya dihabiskan untuk apa, dan tentang masa mudanya dia pergunakan untuk apa.

Kelima, Setelah penjelasan ini masih ada beberapa hal, yaitu hendaknya setiap orang yang mendengarkan lagu-lagu mengenal dengan baik dirinya dan mampu memberikan fatwa kepadanya. Jika lagu-lagu itu membangkitkan syahwatnya, menimbulkan fitnah dan membuat ia banyak berkhayal serta menjerumuskan ke sisi hewani lebih banyak daripada sisi rohani, maka dia harus menjauhinya. Dan menutup semua pintu di mana angin fitnah dapat menghembus ke dalam jantung agama dan akhlaqnya, sehingga ia dapat beristirahat dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar